• Home
  • Posts RSS
  • Comments RSS
  • Edit

  • Cita - cita

    Rabu, 24 November 2010

    Jika kita bertanya pada seorang anak kecil tentang apa yang dicita-citakan ketika mereka besar nanti maka jawaban yang keluar dari mulut mereka hanya membutuhkan waktu 2-5 detik untuk menjawab pertanyaan tersebut. Bahkan jawaban tersebut penuhi dengan semangat dan rasa senang yg luar biasa. Lalu jika hal yg sama di ajukan pada seorang yg katakan sudah dewasa apa yang terjadi?? Saya pernah melakukan uji coba dan yg terjadi adalah orang dewasa butuh waktu sekitar 5-10 detik untuk menjawabnya dan yang lebih parah lagi jawaban itu dilontarkan dengan raut muka yg kurang menyenangkan.

    Lalu yg menjadi pertanyaan adalah, mengapa ada perbedaan waktu untuk menjawab pertanyaan sepele seperti itu??

    Jawabannya adalah karena pada diri seorang anak kecil ruang kosong di dalam diri mereka itu penuh dengan kepolosan dan keluguan. Karena mereka melihat betapa indahnya menjadi karakter impian mereka. Mereka sama sekali belum mengetahui betapa banyaknya tingkatan pola tindakan / perilaku yang harus mereka penuhi untuk mencapai posisi pada status atau pangkat kemasyarakaratan itu.

    Jawaban yang terlontar dari seorang yg dewasa tidak sespontan dan seberani sebagaimana saat mereka masih kanak-kanak atau balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan sesorang maka ia akan semakin sulit untuk mengatakan apa cita-cita mereka. Karena dengan bertambahnya ilmu dan memori dalam otak, semakin banyak nalar dan pertimbangan dalam pola berpikir sebelum mewujudkan menjadi sebuah perkataan atau tindakan.

    Cita-cita kita seiring pertumbuhan usia memang akan cenderung melebar, tidak spesifik. Walaupun terkadang apa yg kita cita-ctia kan sejak kecil masih ada sebagia kecil yg tetap terekam oleh memori kita. Dan untuk cita-cita seorang yg dewasa cendrung lebih bersifat materi dan penghargaan.

    Kita sering lupa disadari bahwa semakin banyaknya element yang memenuhi ruang kosong dalam otak kita, akan semakin menjadikan standar / target pencapaian menjadi blur dan bukan mustahil berakhir kepada pudarnya keinginan kita. Pencapaian menjadi sangat sulit karena semakin banyak pula kompetitor yang berkeinginan sama dengan kita.

    Kenyataan sementara ada yang berhasil dan ada yang “gagal” mewujudkan cita-cita mereka. Mengganti cita-cita dan kembali “gagal”.

    Pertanyaan berikutnya apakah kita percaya sebuah pencapaian itu telah ditetapkan mutlak oleh Allah kepada orang-orang tertentu ? Apakah Anda mengamini bahwa Allah menginginkan si A menjadi begini, dan si B menjadi begitu … seterusnya ?

    Apakah cita-cita tidak selalu cocok untuk semua orang ? Jawabannya TIDAK, karena semua orang memiliki kemungkinan yang sama.

    Apakah hanya orang-orang tertentu saja yang bisa meraih impian sesuai harapannya ? Jawabannya TIDAK, semua orang memiliki kesempatan sama.

    Apakah seseorang mesti memiliki kompetensi atau keunggulan yang sama untuk bisa meraih impian yang diinginkannya ? Jawabannya TIDAK, semua orang memiliki keunggulan komparatifnya masing-masing. Jadi semua diberikan hak dan kesempatan sama untuk menjadi apapun yang diinginkannya.

    Saya mengerti pertanyaan yang terpendam di hati Anda. Mengapa ada orang yang sedemikian mudahnya mencapai impiannya ? Mengapa mereka yang menurut kebanyakan orang seharusnya tidak layak meraih predikat tertentu karena bekal akademik yang kurang memadai ? Dan pertanyaan-pertanyaan bernuansa keraguan lainnya.

    Rahasia sederhana dari mereka yang mencapai impiannya meski “tidak pantas dan selayaknya”, adalah karena mereka memiliki gambar cita-cita dan menyimpannya.

    0 komentar:

    Posting Komentar